Menurut
aktivis dari Perhimpunan Bantuan Hukum Solidaritas Indonesia (PBHSI)
Kamaruddin, sebenarnya sudah ada beberapa pihak yang melaporkan Habib
Rizieq ke polisi. Pertama, Sukmawati Soekarnoputri yang melaporkan Habib
Rizieq karena diduga telah menghina Pancasila dan Proklamator RI.
Kedua,
ada Student Peace Institute (SPI) Universitas Islam Negeri Jakarta
yang melaporkan Habib Rizieq terkait ceramahnya yang menyinggung umat
Nasrani. Rizieq dalam pidatonya di Pondok Kelapa, Jakarta Timur
mempertanyakan bidan yang telah membantu kelahiran Tuhan.
Sedangkan
pelapor ketiga adalah Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI).
Laporannya sama seperti SPI yang mempersoalkan ceramah Habib Rizieq yang
dianggap menyinggung umat Nasrani.
Menurut
Kamar, Polri justru tak bertindak cekatan memproses Habib Rizieq.
Padahal, hal berbeda terjadi pada Basuki T Purnama alias Ahok yang
dilaporkan telah menodai agama karena pidatonya di Kepulauan Seribu.
“Namun
tidak terlihat kecepatan proses dari lepolisian atas laporan-laporan
terhadap HRS (Habib Rizieq Shihab, red). Sangat terkesan pihak
kepolisian hanya memberikan prioritas pemrosesan hukum berdasarkan
tekanan dan tuntutan aksi massa, atau provokasi social media, seperti
halnya perkara Ahok,” ujar Kamar, Senin (2/1).
Dia
menambahkan, secara konstitusional semua warga negara punya posisi yang
sama mata hukum. Karenanya, kata Kamar, keadilan harus ditegakan
melalui proses hukum yang objektif dan profesional tanpa adanya tekanan
politik dari kelompok atau publik mana pun.
“Kebenaran
pada proses hukum tidak ditentukan oleh besarnya aksi massa yang turun
ke jalan untuk mendukung atau menentang,” tegasnya.
Kamar menegaskan, Indonesia yang
dibangun berdasarkan kemajemukan suku, agara, ras dan antar-golongan
(SARA) justru belakangan ini terganggu oleh kepentingan politik jangka
pendek dengan adanya pilkada DKI Jakarta. Menurutnya, organisasi
kemasyarakatan (ormas) berbasis keagamaan telah menjadi alat legitimasi
politik untuk memobilisasi massa demi kepentingan politik praktis calon
kepala daerah tertentu.
“Sebagai
contoh adalah ormas Front Pembela Islam secara terang-terangan memihak
ke satu pasangan calon kepala daerah DKI Jakarta, melakukan
propaganda-propaganda negatif kepada calon kepala daerah lainnya
menggunakan isu keagamanan sehingga menimbulkan aksi mobokrasi
besar-besaran yang sangat berisiko tidak saja bagi keamanan dan
kestabilan politik, namun juga paling penting pada keberagaman,”
tegasnya.(jpnn)
No comments:
Post a Comment